Sejarah, Makna dan Filosofi Bendera Merah Putih

Sejarah, Makna dan Filosofi Bendera Merah Putih

Bendera Merah Putih

Purwakarta, candatangan – Bendera Negara Indonesia yang secara singkat disebut bendera negara adalah Sang Merah Putih. Sang Saka Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Sejarah Bendera Pusaka Merah Putih

Melansir Website Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kelahiran bendera merah putih dilatarbelakangi oleh izin kemerdekaan dari Jepang. Pada tanggal 7 September 1944 Kekaisaran Jepang berjanji untuk memberikan kemerdekaan kepada para pejuang untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Menerima kabar tersebut, Chuuoo Sangi In atau badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia menindaklanjuti izin kemerdekaan yang telah dijanjikan oleh kekaisaran Jepang. Chuuoo Sangi In mengadakan sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944.

Sidang tersebut dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno. Adapun hal yang dibahas dalam sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia.

Hasil dari sidang tersebut adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Panitia Bendera Kebangsaan Indonesia

Panitia bendera kebangsaan diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Adapun anggotanya antara lain Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh. Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof. Dr. Soepomo.

Panitia bendera kebangsaan memutuskan menggunakan warna merah dan putih sebagai warna bendera Indonesia. Pemilihan warna ini berdasarkan filosofi merah berarti berani dan putih berarti suci, sehingga menjadi jati diri bangsa Indonesia.

Sementara untuk ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.

Setelah ditentukan tentang warna dan ukuran bendera, atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, Kepala Barisan Propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air. Kain ini diperintahkan untuk diantar ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta.

Kain yang dimaksud berbahan katun halus atau setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus dengan panjang 300 cm dan lebar 200 cm. Kain berwarna merah dan putih itu kemudian dijahit oleh istri Ir. Soekarno, Fatmawati.

Fatmawati menjahit bendera merah putih usai dirinya dan keluarga kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.

Pada 13 November 2014 bendera diukur ulang, yakni dengan panjang 276 cm dan lebar 199 cm. Kemudian Bendera merah putih yang telah dijahit tersebut dikibarkan pada hari Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur 56 yang saat ini bernama Jalan Proklamasi, Jakarta.

Pengibaran bendera merah putih pusaka itu dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud. Namun, pengibaran itu tidak lantas membuat merah putih selalu aman sebagai identitas Negara Indonesia.

Bendera Dipisah Jadi Dua Bagian

Pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri pindah ke Yogyakarta. Hal ini atas pertimbangan keamanan.

Perpindahan ini juga membawa serta bendera merah putih. Setelah pindah ke Yogyakarta bendera merah putih dikibarkan di Gedung Agung.

Ketika Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, bendera merah putih sempat diselamatkan oleh Presiden Soekarno. Bendera merah putih kemudian dipercayakan kepada ajudan Presiden yang bernama Husein Mutahar.

Husein Mutahar mengungsi dengan membawa bendera pusaka tersebut. Namun, untuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda, ia melepaskan benang jahitan Bendera merah putih.

Bagian merah dan putih bendera akhirnya terpisah. Dua bagian bendera ini kemudian dibawa menggunakan dua tas yang berbeda.

Pada pertengahan Juni 1949, ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Presiden Soekarno meminta kembali bendera pusaka kepada Husein Mutahar. Ia kemudian menjahit dan menyatukan kembali Bendera merah putih dengan mengikuti lubang jahitannya satu persatu.

Bendera merah putih disamarkan dengan bungkusan kertas koran, lalu diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno di Bangka.

Setelah kembali ke tangan Presiden Soekarno, Bendera merah putih dibawa kembali ke Ibu Kota Republik Indonesia di Yogyakarta pada tanggal Pada tanggal 6 Juli 1949. Bendera merah putih kemudian kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung pada tanggal 17 Agustus 1949.

Sehari setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda di Den Haag pada 28 Desember 1949, Bendera merah putih disimpan di dalam sebuah peti berukir dan diterbangkan dari Yogyakarta ke Jakarta menggunakan pesawat Garuda Indonesia Airways.

Setelah melalui perjalanan panjang, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, Bendera merah putih ditetapkan sebagai Bendera Pusaka dan selalu dikibarkan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan di depan Istana Merdeka.

Pada tahun 1967, setelah Presiden Soekarno digantikan oleh Presiden Soeharto, Bendera merah putih masih dikibarkan. Namun, kondisi bendera sudah sangat rapuh.

Bendera merah putih Pusaka terakhir dikibarkan di depan Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968. Sejak saat itu, bendera pusaka tidak lagi dikibarkan dan digantikan dengan duplikatnya.

Makna Bendera merah putih

Penggunaan warna merah dan putih pada Bendera Negara Indonesia, memiliki makna mendalam. Panitia bendera kebangsaan menggunakan warna merah dan warna putih yang dikenal sebagai simbol berani dan suci.

Namun, makna bendera merah putih tidak hanya terikat kata berani dan suci. Melansir Kementerian Sekretariat Negara RI, catatan sejarah mengungkapkan warna merah dan putih ini terinspirasi dari warna panji atau pataka bendera Kerajaan Majapahit pada abad ke-13.

Dalam pararaton atau kitab raja-raja, dijelaskan bahwa bendera merah dan putih dianggap sebagai lambang kebesaran kerajaan seperti bendera perang yang digunakan Sisingamangaraja IX. Bendera berwarna merah dengan dua pedang kembar Piso Gaja Dompak (pusaka Sisingamaharaja I-IX) berwarna putih.

Bahkan Kerajaan Bone Sulawesi Selatan menjadikan bendera merah putih atau yang biasa disebut Woromporong sebagai simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan.

Seperti yang telah disebutkan bahwa merah putih yang digunakan bukan sekadar memaknai arti keberanian dan kesucian., melainkan berkaitan dengan nilai budaya Indonesia. Dalam tradisi Jawa, merah dan putih dilambangkan sebagai gula merah dan nasi putih karena keduanya merupakan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia.

Sementara sebagai sebuah simbol negara, penggunaan bendera merah putih sendiri sebagai sarana memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, menjaga kehormatan, kedaulatan, identitas, dan wujud eksistensi bangsa.

Asal muasal Warna Bendera Merah dan Putih

Asal Usul warna merah putih

Ditinjau dari sejarah, Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.